TIMES SEMARANG, SEMARANG – Persatuan Guru Republik Indonesia Jawa Tengah (PGRI Jateng) menyatakan ketidaksetujuannya terhadap wacana penerapan kembali sistem enam hari sekolah untuk jenjang SMA/SMK di wilayah tersebut.
Ketua PGRI Jateng, Muhdi, di Semarang, Selasa (25/11/2015), menegaskan bahwa kebijakan sekolah lima hari yang berlaku saat ini lebih sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak, kondisi keluarga, serta kesejahteraan guru.
"Dari awal lima hari sekolah itu diambil agar anak memiliki dua hari untuk keluarga. Tugas mendidik utama adalah orang tua, sekolah membantu. Anak juga perlu waktu berinteraksi di masyarakat," katanya.
Pernyataan tersebut disampaikan usai upacara Peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI di Kampus 4 Universitas PGRI Semarang (Upgris).
Ia menjelaskan bahwa Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti sebelumnya juga telah menegaskan perlunya satu hari khusus dalam sepekan untuk kegiatan pengembangan diri bagi siswa maupun guru.
Menurutnya, hari Sabtu menjadi ruang ideal untuk kegiatan pengembangan profesional guru dan waktu untuk keluarga.
Muhdi menambahkan, "Menteri juga menyampaikan bahwa tugas utama mendidik anak adalah orang tua. Sekolah atau guru kan prinsipnya adalah membantu. Maka dulu pemerintah mengambil lima hari (sekolah) agar punya dua hari untuk bersama keluarga."
Menurut PGRI Jateng, skema lima hari sekolah saat ini telah mempertimbangkan banyak aspek, mulai dari kebutuhan anak, keluarga, guru, hingga efisiensi ekonomi. Waktu libur dua hari memberi ruang bagi siswa untuk berkegiatan di masyarakat, bagi guru untuk mengembangkan kompetensi, serta memberi kesempatan orang tua dalam menjalankan peran utama sebagai pendidik.
Ia juga menyoroti bahwa sebagian besar orang tua bekerja dengan pola libur Sabtu–Minggu, sehingga ritme sekolah lima hari lebih sejalan dengan pola hidup keluarga. Selain itu, jarak tempuh siswa SMA/SMK yang umumnya jauh turut menjadi pertimbangan penting, kegiatan dalam lima hari dianggap lebih efisien dari segi transportasi.
PGRI Jateng menegaskan bahwa alasan pengawasan anak tidak dapat dijadikan dalih untuk kembali ke sistem enam hari sekolah. Pengawasan terhadap siswa, tegasnya, adalah tanggung jawab bersama antara orang tua dan pihak sekolah.
Muhdi mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyampaikan masukan resmi kepada pemerintah provinsi, termasuk dalam forum diskusi yang digelar beberapa waktu lalu. "Kami berharap pemerintah tidak mengubah kebijakan hanya karena pertimbangan sesaat. PGRI jelas menolak pemberlakuan enam hari sekolah. Apa yang sudah ada ini berjalan baik, mari kita kembangkan," ujar anggota DPD RI tersebut.
Ia menambahkan bahwa siswa juga membutuhkan waktu di luar sekolah untuk mengasah minat dan bakat, baik dalam olahraga maupun soft skill lainnya. "Kalau tidak ada waktu luang, bagaimana anak berlatih sepak bola, bulu tangkis, atau mengasah potensi yang justru bisa menjadi jalan sukses mereka," pungkasnya.
| Pewarta | : Antara |
| Editor | : Faizal R Arief |