TIMES SEMARANG, SEMARANG – Zaman yang semakin canggih dan serba digital, ternyata merambah juga pada aktivitas perekonomian. Seperti halnya aktivitas jual beli yang sudah tidak lagi terbatas pada pasar tradisional atau pusat perbelanjaan modern.
Smartphone dan akses internet membuat aktivitas transaksi semakin cepat, mudah, dan praktis. Tinggal lihat-lihat, pilih pencet-pencet barang yang disukai transaksi jual beli bisa terjadi. Barang yang dibeli juga akan dikirim kerumah sesuai dengan alamat yang diminta.
Namun rupanya, di tengah pesatnya arus digitalisasi ini, memunculkan pertanyaan penting yang perlu dijawab dengan lugas dan sesuai dari sisi ekonomi Islam, bagaimana memastikan transaksi online tersebut tetap sesuai dengan aturan prinsip Islam?
Marketplace berbasis Islam yang hadir dalam digitalisasi sebagi sebuah jawaban atas kebutuhan transaksi yang dibutuhkan. Tentu marketplace syariah ini erbeda dengan e-commerce konvensional. Karena platform marketplace syariah tentunya mengusung nilai-nilai keislam pada setiap aspek transaksi yang dilakukan.
Bukan hanya menempelkan label “halal” pada platformnya, melainkan mengatur dan menata sistem supaya bisa terbebas dari hal-hal seperti riba, ketidakjelasan (gharar), dan praktik curang lannya. Inilah wujud aksi nyata hukum Islam masuk menintegrasikan antara teknologi digital dengan etika bisnis Islami.
Kilas balik kebelakang, kita melihat bahwa pasar tradisional ataupun konvensional menjadi pusat interaksi sosial. Tawar-menawar terjadi, saling percaya dan yakin antar orang, sampai terjadi akad jual beli yang sederhana. Tapi disaat pasar tradisional atau konvensional ini beralih ke pasar digital, banyak unsur yang mejadi kabur dan kurang kejelasannya.
Transparansi harga misalnya kadang menjadi sering kabur, penawaran promosi juga banyak unsur penipuan, bahkan ada dalam praktik pinjaman menghadirkan bunga tinggi yang tentunya bertentangan dengan hukum Islam.
Hadirnya marketplace syariah menjadi upaya untuk mengembalikan semangat pasar tradisional yang kental akan kerelaan, kepercayaan dan keterbukaan ada pada ruang digital ini. Penjual yang ada pada platform digital ini diwajibkan menjelaskan produk sejelas-jelasnya, tidak ada unsur permainan harga, dan tentunya adalah sistem pembayaran, yang dibuat supaya bebas dari riba.
Transformasi digitalisasi ini sangat penting karena zaman memang mulai beralih ke arah yang serba digital. Point penting mengapa digitalisasi yang berbasis syariah ini harus dilakukan.
Pertama karena jumlah umat Islam di Indonesia bisa dikatakan sangat besar bahkan menjadi mayoritas dan mendominasi dalam bidang ekonomi. Tentunya karena menjadi mayoritas, maka semakin banyak konsumen yang peduli akan aspek halal-haram, bukan hanya dalam hal makanan, melainkan juga tatacara transaksinya.
Kedua, di dalam etika bisnis Islam ada prinsip yang melarang jika praktik ekonomi itu merugikan pihak lain, maka dari itulah marketplace syariah hadir supaya bisa menekankan artinya keseimbangan hak dan kewajiban dari pihak penjual dan pembeli.
Ketiga, sebagai salah satu dukungan untuk mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang semakin banyak dan bisa bersaing dengan sistem yang modern ini, tentunya jika marketplace syariah ini hadir para pelaku UMKM bisa ikut andil dan hadir tanpa adanya kekhawatiran akan sistem yang mengandung unsur ribawi dan ketidak jelasan (gharar).
Bukan Formalitas Label Halal
Marketplace syariah bukanlah sebuah platform e-commerce yang hanya menjual produk berlabel halal saja, misalnya makanan, fashion, atau kosmetik yang tersertifikasi halal. Namun marketplace syariah merupakah suatu wadah yang dibentuk untuk bisa membentuk sebuah ekosistem yang mampu menerapkan prinsip-prinsip Islam secara menyeluruh dan menjadi pembeda dengan marketplace konvensional.
Prinsip yang harus ada dalam marketplace syariah antara lain adalah menghindari gharar (ketidakjelasan dan penipuan). Dalam plarform ini harus memiliki sistem kurasi yang sangat ketat. Detail produk yang dijual harus jelas, gambar yang dipajang juga harus otentik, memberikan deskripsi yang benar dan jujur sesuai kualitas produk yang dijual. Dan harus transparan dari awal transaksi sampai akhir.
Selanjutnya adalah harus menghilangkan sistem riba, karena ini yang akan membedakan dengan platform konvensional. Pada marketplace syariah harus memberikan penawaran dengan skema pembayaran yang bebas riba.
Sistem tersebut ditawarkan dengan wujud pembayaran langsung, cicilan tanpa tambahan yang bekerjasama dengan perbankan syariah atau pembayaran syariah lainnya, atau bisa juga menggunakan sitem mudharabah.
Terakhir yang harus ada dalam prinsip marketplace syariah adalah mengedepankan keadilan dalam segala bentu transaksinya. Keadilan ini bukan untuk pembelinya saja, tapi juga penjualnya. Biaya komisi yang ditetapkan harus adil untuk kedua belah pihak, tidak berat salah satu.
Disini tentunya menggunakan algoritma yang dirancang untuk memberi porsi yang adil dan seimbang kepada semua pihak, bukan menguntungkan pada pihak yang menjadi penguasa atau pemain besar saja.
Meski memiliki potensi yang besar, marketplace syariah tentunya tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah pembelajaran pasar. Tidak semua yang menggunakan platform ini memahami perbedaannya antara marketplace syariah dengan yang konvensional.
Selain itu, bersaing dengan e-comerce raksasa tentu bukanlah hal yang mudah. Namun sebagai user ekonomi Islam, kita harus yakin bahwa jika memang marketplace syariah ini dikelola dengan baik, serius dan benar akan menjadi percontohan dan ikon baru bisnis digital di negeri ini.
Marketplace syariah bukan hanya tentang praktik jual beli, melainkan termasuk dakwah dari sisi yang nyata, yaitu menghidupkan prinsip ekonomi Islam di tengah dunia yang serba modern.
Berhasilnya transformasi dari pasar konvensional ke marketplace syariah akan menjadi bukti bahwa nilai-nilai agama Islam akan selalu relevan di tengah perkembangan teknologi global. Bisnis bukan sekadar persoalan untung dan rugi saja melainkan soal keberkahan dan membawa kebaikan bagi semuanya.
***
*) Oleh : Abdus Salam, Pengajar di FEBI UIN Raden Mas Said Surakarta dan Staf Yayasan ELSA Semarang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |