TIMES SEMARANG, SEMARANG – Keberanian perempuan diberbagai aksi sosial, termasuk demonstrasi, seringkali menjadi sorotan dan memunculan inspirasi sekaligus menimbulkan berbagai persepsi. Seperti yang viral dipenghujung bulan Agustus 2025.
Aksi demonstrasi yang menyita perhatian banyak pihak adalah salah satunya sesosok perempuan tua yang menggunakan kerudung ungu dengan berani menghalau petugas kepolisian. Keberaniannya tersebut tentu mendapatkan banyak dukungan dari peserta aksi demonstrasi yang lain untuk mengobarkan semangat keadilan.
Di dalam tasawuf perspektif unik ditawarkan untuk bisa memahami makna dari keberanian perempuan yang bukan saja sebagai tindakan fisik atau sosial saja, tetapi termasuk juga sebagai manifestasi kedalaman spiritual dan keteguhan hati.
Setiap langkah kehidupan ada kekuatan batin dan keberanian sejati yang lahir dari kesadaran diri akan kehadiran Tuhan. Di dalam tradisi tasawuf diajarkan bahwa jiwa yang bersih dan dengan hati yang ikhlas merupakan modal utama untuk membentengi diri dari berbagai ujian dan tantangan dunia.
Jika perempuan berani turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi, itu sebenarnya bukan persoalan memperlihatkan tentang hal keberanian secara kasap mata. Melainkan suatu ekpresi spiritual yang sangat teguh dan sudah ditempa melalui proses panjang, misalnya perjuangan spiritual (mujahadah) dan intropreksi diri (muhasabah).
Karena sejatinya suatu keberanian bukan hanya persoalan reaksi emosional sesaat, melainkan hasil dari sebuah kedalaman kesadaran atas sebuah nilai keadilan, keberanian dan kasih sayang yang diajarkan tasawuf.
Pada sejarah keilmuan tasawuf, ada tokoh-tokoh perempuan yang patut dijadikan sebagai tauladan untuk mempelajari tentang penggabungan spiritualitas dan keberanian sosial. Salah satunya yang begitu familier dimasyarakat umum seperti Rabi’ah al-Adawiyah.
Salah satu dari sekian tokoh sufi perempuan yang terkenal dengan ajaran cinta ilahinya yang begitu mendalam dan keteguhan hatinya dalam menolak duniawi demi untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah.
Pada ajarannya Rabi’ah lebih menekankan akan sebuah cinta kepada Tuhan harus menjadi motivasi utama di setiap segala aktivitas, termasuk juga saat memperjuangkan suatu kebenaran dan keadilan.
Selain Rabi’ah, ada Fatimah al-Fihri, pendiri Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko sekira abad ke-9, yang juga menunjukkan keberaniannya melalui visi sosial dengan mendirikan lembaga pendidikan, dan sekarang menjadi pusat ilmu pengetahuan dan spiritualitas.
Tindakan keberanian dalam mengambil sikap atau inisiatif sosial dan spiritual akan menjadi inspirasi untuk setiap perempuan didalam menyatukan fungsi dan peran sosial serta spiritualitasnya.
Tidak hanya itu, istri Nabi Muhammad Saw, Siti Khadijah binti Khuwailid juga patut dijadikan contoh sebagai panutan seorang perempuan yang berani, kuat dan bijaksana.
Khadijah tidak hanya mendukung melalui spiritual pada perjuangan sang suami, Nabi Muhammad Saw, melainkan juga dari sisi sosial dan ekonomi. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa keberanian spiritualitas dan keberanian bisa berjalan beriringan untuk mencapai kesuksesan.
Keberanian perempuan pada aksi demonstrasi patut dilihat sebagai sebuah manifestasi dari maqam kesabaran (sabr) dan berserah diri kepada Tuhan (tawakal) dalam prespektif tasawuf. Disaat menghadapi risiko yang penuh tantangan, perempuan yang mampu dan berani berdiri di garis depan perjuangan sosial menunjukkan adanya kesabaran luar biasa dan kepercayaan diri penuh.
Karena di hadapan Tuhan sifat tersebut mempunyai makna yang lebih besar. Ini merupakan bentuk keberanian yang tidak gegabah, melainkan dilakukan dengan perhitungan spiritual dan keyakinan yang dalam.
Selain itu, di dalam tasawuf juga diajarkan pentingnya keseimbangan antara jiwa dan raga, aksi sosial dan spiritualitas. Keberanian perempuan pada perjuangan sosial jangan sampai mengabaikan aspek spiritual yang menjadi arus utama kekuatan dan ketenangan batin.
Begitupun sebaliknya, spiritualitas yang kuat mampu menghadirkan keberanian yang bijaksana, dan bisa menjaga diri dari perbuatan yang merugikan dirinya sendiri atau orang lain.
Sehingga tasawuf bisa dijadikan sebuah kerangka berpikir yang holistik untuk memahami suatu keberanian perempuan yang menjadi perpaduan harmonis antara akhlak, iman, dan aksi nyata.
Pada konteks dunia modern, perempuan sering menghadapi diskriminasi dan berbagai tantangan, tasawuf memberikan jalan untuk memperkuat pemberdayaan perempuan secara spiritual.
Dengan pelatihan tasawuf seperti zikir, muhasabah dan tafakur, perempuan akan bisa memperkuat jiwa sehingga bisa menghadapi tekanan dari manapun termasuk sosial dan akan menjaga keteguhan dan kebijaksanaan hati.
Keberanian yang lahir dari spiritualitas harus berdampak pada diri sendiri dan komunitas serta mampu menggerakan masyarakat luas menuju perubahan yang lebih baik.
Penting juga sosok perempuan memiliki keberanian dalam perjuangan sosial dengan diiringi nilai-nilai tasawuf, seperti kasih sayang, keikhlasan, dan kesabaran.
Karena perjuangan yang diawali oleh nafsu dan emosi bisa berujung pada konflik dan kerusakan. Berbeda dengan keberanian yang diawali spiritualitas tasawuf pasti akan menghasilkan perubahan dan berkelanjutan yang damai.
Tasawuf dan keberanian yang dilakukan oleh perempuan dalam perjuangan sosial sesuatu hal yang terpisah, tetapi saling terpaut dan melengkapi. Pondasi yang bersumber dari tasawuf akan memebentuk spiritual yang kuat dan kokoh untuk perempuan dengan berani mengambil sikap dan bertindak demi keadilan bersama.
Begitu juga keberanian yang dilahirkan dari spiritual tasawuf yang kuat akan mempu memberikan perubahan sosial dengan penuh hikmah dan keteguhan hati.
Sehingga menyatukan spiritualitas dan perjuangan sosial dari sisi tasawuf merupakan salah satu jalan yang mulia untuk perempuan dalam merubah perannya di masyarakat.
***
*) Oleh : Mamluatur Rahmah, Dosen FUD UIN Raden Mas Said Surakarta dan Mahasiswa Doktoral UIN Walisongo Semarang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |